Indonesia memiliki beraneka ragam kekayaan alam, beberapa diantaranya sudah terkenal sampai ke belahan dunia salah satunya adalah hasil batu marmer. Di Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur yang merupakan lokasi penghasil marmer tertua di Indonesia sekitar tahun 1934. Menurut rencana tata ruang wilayah Kabupaten Tulungagung 2010-2029, potensi bahan galian tambang marmer tahun 2009 di Kecamatan Besuki 2.660.000 m2 sedangkan di Kecamatan Campurdarat 1.663.500 m2. (Poles Marmer)
Perkembangan batu marmer di Kabupaten Tulungagung diawali dengan ditemukannya lokasi pertambangan oleh para penjajah Hindia Belanda sekitar tahun 1934 yang tepatnya berada di sekitar daerah Desa Besole Kecamatan Besuki. Pada waktu itu sejarah Tulungagung mencatat wilayah Desa wajak dikenal sebagai pusat pertambangan batu marmer, oleh karena itu orang menyebut desa penghasil marmer adalah Desa Wajak. Setelah terjadi pemekaran tahun 1972, Desa Besole menjadi bagian tersendiri dan ikut dalam Kecamatan Besuki demikian juga beberapa desa-desa lain di Kecamatan Campurdarat dan sekitarnya membentuk kecamatan tersendiri Kecamatan Besuki dan Kecamatan Campurdarat merupakan pusat pengolahan batu marmer di Kabupaten Tulungagung.
Di lokasi tersebut banyak terdapat industri rumah tangga dan industri berskala besar, yang memberikan dampak terhadap lingkungan. Permasalahan lingkungan yang terjadi yaitu limbah yang belum terkelola dengan baik, limbah dari pengolahan batu marmer tersebut akan menghasilkan dua limbah yaitu limbah cair dan limbah padat dari potongan-potongan batu marmer yang sudah tidak dapat digunakan. Permasalahan yang lain yaitu adanya persaingan antar pengusaha, bila tidak dapat meningkatkan kualitas dan kreativitas akan tersisihkan dan akhirnya gulung tikar. (Teraso)